Wednesday, November 16, 2011

Sosialisme


Sistem sosialis seringkali dikaitkan dengan sistem komunis. Kedua sistem ini dianggap sama karena keduanya merupakan anti-kapitalis, berasal dari sumber yang sama yaitu marxisme. Sistem sosialis harus dibedakan dengan sosialisme yang dipropagandakan oleh kaum komunis. Tujuan dari sosialisme adalah membangun masayarakat di mana setiap individu dapat merasakan kesetaraan, kebebasan, dan solidaritas dalam kehidupannya.
Sosial demokrasi, begitu Thomas Meyer menyebutnya dalam bukunya, bertujuan untuk meningkatkan hak individu dengan menentukan hidupnya sendiri. Sosial demokrasi memang memiliki kecenderungan kearah liberal, akan tetapi kebebasan liberal mempraktekkan bahwa kebebasan tersebut membatasi hak-hak hanya untuk kaum yang mampu dalam ekonomi serta berpendidikan. Sedangkan pada sosial demokrasi kebebasan dapat menjadi kenyataan bagi semua orang dari berbagai tingkatan kehidupan.
Sejarah sosialisme berawal pada pergantian abad ke 19. Saat itu tatanan sosial di hampir seluruh negara-negara Eropa dibentuk oleh feodalisme, di mana pada sistem ini terdapat perbedaan hak yang didasari oleh keturunan. Keturunan tersebut mencakup bangsawan, pendeta, dan petani. Diatas tingkatan tersebut adalah raja, yang memiliki keuasaan absolut, sedangkan dibawah tingkatan tersebut adalah kaum buruh yang tidak memiliki hak apapun. Dalam perekonomiannya, sistem ini ditopang oleh dua sektor, pertanian dan manufaktur. Pada sektor pertanian, tenaga kerja dipekerjakan secara paksa dan tidak mendapatkan upah. Hal ini menghambat kemajuan di bidang pertanian. Pada sektor manufaktur, buruh yang tergabung dalam gilda (perkumpulan yang mendapat hak dan perlindungan) yang dapat menentukan kebijakan. Mereka menentukan berapa jumlah buruh yang dapat dipekerjakan, menetuntukan metode pengerjaan , harga produksi, serta upah. Pada kedua sektor tersebut, kita dapat melihat bahwa sistem feodal dapat mengakibatkan terkekangnya proses produksi atas tradisi yang memperlihatkan adanya kekuasaan pada golongan tertentu. Dalam jangka panjang hal ini akan mempengaruhi pada aspek sosial dan ekonomi pada negara itu sendiri.
Dengan keterbatasan kebebasan dan pengekangan hak yang dirasakan oleh rakyat, lahirlah liberaslisme sebagai gerakan pembebasan yang menentang feodalisme. Liberalisme menyatakan bahwa kekuasaan politik hanya dapat dipergunakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Tidak ada kekuasaan politik yang absolut. Rakyat diikutsetakan dalam kontrol atas kekuasaan politik tanpa memandang latar belakang. Dari segi ekonomi, liberalisme memeberikan kebebasan kepada setiap individual untuk mempunyai hak milik serta kebebasan melakukan perdagangan tanpa batas. Namun hal itu membuat kaum borjuis memanfaatkan sistem liberalisme untuk kepentingan ekonominya. Kebebasan liberalisme memberikan jarak antara orang-orang yang berpendidikan dengan yang tidak. Mereka yang tidak mampu secara ekonomi dan tidak berpendidikan, yang merupakan mayoritas, tidak dapat bersaing dalam liberalisme. Secara tidak langsung hal ini menggambarkan bahwa mereka tidak mendapatkan kebebasan atas sistem liberalisme. Seiring waktu berjalan, populasi mereka terus meningkat dan mereka harus bekerja dengan upah rendah, sehingga mengorbankan seluruh anggota keluarganya, termasuk anak-anak, untuk bekerja dengan menelantarkan pendidikan. Faktor produksi yang dimiliki secara individu pun tidak dapat menjangkau jumlah dari buruh yang tersedia, akhirnya terjadi pengguran dimana-mana. 
Kebebasan yang ada pada liberalisme tidak menyelesaikan masalah yang terjadi pada feodalisme. Liberalisme, dalam sistem ekonomi kapitalisme, tidak memperhatikan kesamaan, solidaritas, persaudaraan, serta keadilan kebebasan. Maka lahirlah sosialisme atas jawaban dari masalah liberalisme. Sosialisme mengubah kepemilikan pribadi atas faktor produksi menjadi milik umum., membuat sistem produksi sosialis yang diatur oleh masyarakat, yang memberikan dampak positif berupa perindustrian pada sosialisme tidak akan menciptakan penindasan dan kesengsaraan bagi kaum buruh seperti pada liberalisme, tetapi akan menjadi sumber kesejahteraan bagi kaum tersebut. Konsep sosialisme tercipta karena adanya industrialisasi yang sempurna. Di Jerman, konsep sosialisme banyak dipengaruhi oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, yang mengatakan bahwa sosialisme merupakan penyempurnaan dari semua yang berkaitan dengan industrialisasi.
Konsep sosialis pada suatu negara memberikan kesempatan bagi kaum ekonomi lemah untuk mendapatkan kebebasan dengan meningkatkan semangat solidaritas dan menggabungkan diri mereka ke dalam suatu kelompok, sehingga kekuatan mereka dapat mempengaruhi negara untuk melakukan perubahan atas kondisi sebagian rakyatnya, yang merupakan kaum ekonomi lemah, agar mendapatkan jaminan dan hak dari negara. Dengan menggabungkan diri ke dalam kelompok, katakanlah sebuah organisasi atau partai politik, mereka yang lemah dapat menyatukan rasa solidaritas, tidak hanya memikirkan diri sendiri, dalam jumlah yang besar sehingga membentuk satu kekuatan untuk memperjuangkan hak yang sama. Jumlah yang besar itu pula dapat dimanfaatkan untuk menyaingi kaum borjuis yang mempunyai hak istimewa dalam mendominasi mayoritas kelas ekonomi lemah. Sosialisme sebenarnya merupakan pengembangan dari liberalisme, karena pada dasarnya sosialisme memerlukan demokrasi. Namun sosialisme menghilangkan hambatan-hambatan yang dibuat oleh kaum elit pada konsep liberal.
Pada praktiknya, pelaksanaan progam sosialis dapat dilakukan dengan pembentukan partai politik sebagai dasar atas perubahan unsur pokok dalam masyarakat serta sebagai alat untuk menjalankan prinsip sosialis itu sendiri dalam suatu negara. Kedua, dengan melakukan pembentukan perkumpulan bagi kaum buruh untuk memberikan suatu kekuatan dalam melakukan perundingan serta meningkatkan kinerja buruh itu sendiri. Terakhir, dengan membentuk koperasi yang bertujuan melaksanakan cara hidup serta kinerja secara sosialis, demi meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat.
Sebelum Perang Dunia I, teori yang sangat populer di kalangan kaum sosial demokrat adalah bahwa kapitalisme akan diruntuhkan dengan cara revolusi. Revolusi itu sendiri dianggap sebagai jalan sosialisme yang tepat, yang dapat diartikan dalam berbagai interpretasi berbeda. Revolusi dipahami sebagai pergolakan yang radikal dari suatu kondisi sosial tanpa ada kejelasan mengenai caranya, apakah dengan paksaan atau secara damai. Revolusi dianggap sebagai pergolakan radikal yang komperhensif dan berjalan dalam waktu yang sngkat dari suatu kondisi sosial. Definisi lain mengatakan revolusi adalah pergantian tatanan sosial yang bersamaan dengan penegakkan demokrasi. Revolusi juga difahami sebagai perubahan yang dipaksakan dari konstitusi politik, yang bertentangan dengan hukum yang berlaku saat itu. Interpretasi revolusi tersebut dipakai tanpa ada definisi yang jelas, tidak dapat dipastikan istilah mana yang tepat dalam konteksnya. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan antara teori dan praktik sosialis.
Sebagai jawaban dari perbedaan tersebut, berkembanglah revisionisme sebagai konsep dasar bagi pembaharuan sosialis, di mana revisionisme memperinci teori dengan mengaitkannya dengan realita yang terjadi pada keadaan sosial. Revisionisme memberikan kritik terhadap elemen marxis yang menghalangi kerja konstruktif dan menegaskan hal-hal yang kondusif bagi perubahan. Dilihat dari keadaan yang sebenarnya, revisionisme didasari atas beberapa elemen. Sistem kapitalis berkembang tidak seperti apa yang diramalkan Marx. Marx meramalkan bahwa pada akhirnya sistem kapitalis akan mengakibatkan kesengsaraan bagi kaum buruh, mengakibatkan krisis yang disebabkan oleh kapitalisme itu sendiri, menunjukkan perkembangan yang cenderung sederhana atas struktur sosial, dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya struktur sosial justru berkembang menjadi semakin komplek, krisis yang terjadi akan cenderung mereda sehingga tidak ada tanda-tanda kapitalisme akan jatuh, dan kehidupan kaum buruh yang ternyata tidak memburuk, bahkan penghasilan mereka terus mengalami peningkatan. Fakta bahwa tidak adanya tanda kejatuhan kapitalisme dari segi ekonomi membuat Eduard Berstein merumuskan konsep mengenai jalan dan tujuan sosialisme yang baru. Pertentangan antara marxisme dengan revisionisme dalam gerakan sosialis telah memberikan pandangan bahwa revolusi dapat menghilangkan halangan-halangan yang tidak demokratis memsang benar adanya, akan tetapi pembangunan masyarakat sosialis itu sendiri haruslah dilakukan secara bertahap. Karena pada dasarnya sosialisme bukanlah rencana yang sudah jadi yang langsung dapat diterapkan di masyarakat, melainkan prinsip yang digunakan dalam upaya pendemokrasian masyarakat secara komprehensif.
Pada tahun 1917, ketika partainya muncul sebagai pemenang dala Revolusi Oktober, Vladimir Lenin merealisasikan konsep sosialismenya. Partai Bolsevik mengubah namanya menjadi Partai Komunis pada tahun 1918. Akan tetapi, teori dan praktik partai ini ditentang oleh kaum sosialis yang berorientasi demokrasi. Untuk menunjukkan perbedaan yang fundamental dengan kaum komunis, kaum sosialis ini menamakan dirinya sosial-demokarasi. Baik sosial-demokrasi maupun komunisme merupakan dua cabang marxisme, yang mana mereka menggunakan Marxisme untuk memperkuat posisinya. Perbedaan antara sosial-demokrasi dengan komunisme adalah terletak pada permasalahan fundamental, bahwa sosial-demokrasi mengambil unsur-unsur demokrasi dalam marxisme serta menjadikannya sebagai nilai di dalam dirinya sendiri yang harus dikembangkan di kehidupan masyarakat, sedangkan komunisme atau sering disebut dengan Marxisme-Leninisme mengambil unsur sifat ilmiah dari sosialisme yang condong pada dikatator proletariat dengan alasan sebagai keharusan sejarah sosialisme, yang sebenarnya merupakan lawan dari demokrasi. Lenin berpandangan bahwa negara dapat dijadikan masin yang kuat oleh kelas yang secara ekonomi mendominasi, untuk menundukkan kelas yang didominasi. Kaum komunis hendak membangun sistem diktatoral tersebut di atas posisi demokrasi. Pertentangan antara marxisme-leninisme dengan sosial-demokrasi mengakibatkan perpecahan dalam sosialisme itu sendiri. Kaum komunis mendasarkan diri kepada sosialisme ilmiah, di mana komunisme memahami sosialisme sebagai pemilikan negara ditambah perencanaan terpusat. Berbeda dengan sosial demokrasi yang mengartikan sosialisme sebagai pendemokrasian yang sempurna atas masyarakat. Tidak ada sosialisme tanpa demokrasi. Bagi sosial-demokrasi, setiap langkah untuk melaksanakan kebijakan sosialis harus berdasarkan kebebasan dan kesamaan seperti yang diinginkan mayoritas masyarakat.
Pada awalnya, sosial-demokrasi mengaharapkan bahwa sosialisme dapat menggantikan kapitalisme setelah kehancurannya. Akan tetapi, kehancuran kapitalisme yang diharapkan tidak juga terjadi. Selain menunggu kehancuran kapitalisme, sosial-demokrasi tidak memiliki program yang jelas untuk membangun masyarakat sosialis. Pada kenyataannya, sosial-demokrasi menyadari bahwa pencapaian sosialisme tergantung pada kondisi sosial dan mayoritas kekuatan politik. Hanya menggunakan prinsip saja tidak cukup, konsep yang lebih spesifik serta kehendak mayoritas sangat menentukan pencapaian sosialisme. Program-program yang konkrit juga dibutuhkan untuk mencapai tujuan sosialisme secara sempurna dan tepat. Program tersebut harus bisa melayani kepentingan kelompok masyarakat yang lebih luas, tidak hanya mementingkan kepentingan golongan saja. Kelas buruh misalnya, yang tidak mampu membangun mayoritas, maka program sosialis yang hanya mementingkan kelas ini walaupun dengan tujuan untuk melindungi, tidak akan disetujui.  
Dalam pelaksanaannya, kebijakan perubahan sosial-demokrasi harus bisa mendapatkan kepercayaan rakyat, yang akan memberikan dampak terhadap kesuksesan dari pelaksanaan sosial-demokrasi itu sendiri. Prinsip, konsep, maksud, serta tujuan harus jelas dan tersampaikan kepada rakyat agar tidak terjadi kesalahpahaman oleh rakyat atas perubahan yang dimaksud. Hal yang tidak diinginkan tersebut dapat memudahkan kaum konservatif dalam menggerakkan rakyat untuk menentang perubahan ke sosial-demokrasi yang dimaksud. Padahal, untuk merekalah perubahan ini dilakukan. Karena itu, pembentukkan partai sosial-demokrasi diperlukan untuk terus melakukan dialog dengan rakyat, memahami keinginan dan pandangan rakyat, serta untuk memberikan informasi kepada rakyat mengenai prinsip partai, usulan perubahan jangka panjang, dan mengenai hasil diskusi, sehingga dengan demikian rakyat dapat mengetahui maksud dan tujuan yang sebenarnya dari partai. Dengan demikian pula akan tumbuh kepercayaan dari rakyat terhadap partai dan terhadap perubahan sosial-demokrasi itu sendiri. Partai sosial-demokrasi harus menjadi partai rakyat. Dengan begitu sosial-demokrasi akan mendapat dukungan mayoritas, dari berbagai lapisan masyarakat.
Kegagalan komunisme memberikan pandangan bahwa sosialisme telah berakhir. Hal ini terjadi karena sebutan sosialisme yang dipropagandakan oleh kaum komunis. Mereka menggunakan sebutan sosialisme dan membuat konsep yang menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini terbukti bahwa pada saat komunisme mulai jatuh, seluruh partai komunis mengganti nama partai dengan mengadopsi nama sosialisme. Partai Komunis Jerman misalnya, mengganti nama partainya menjadi Partai Demokratik-Sosialisme. Hal tersebut tidak menjadi masalah asalkan mereka juga menggati sistemnya menjadi benar-benar seboah sistem yang berorientasi pada demokrasi, mengutamakan kebebasan, keadilan, kejujuran , serta solidaritas sebagaimana yang dilakukan sosial-demokrat yang sebenarnya. Yang menjadi perdebatan adalah ketika demokratik-sosialisme tidak mengartikan sosialisme sebagaimana mestinya, ketika mereka hanya melakukan penjelmaan dengan merubah nama partai, yang pada dasarnya masih mengandung arti yang sama dengan komunisme.
Sosial-demokrasi sebenarnya merupakan jalan alternatif atas kegagalan komunisme. Model masyarakat komunis telah gagal di dalam teori maupun praktiknya. Komunisme tidak dapat memenuhi kebutujan bagi perkembangan masyarakat yang kompleks. Komunisme tidak mengambil pelajaran atas kesalahannya yang telah terjadi secara turun-temurun, yang sejak awal sudah mendapatkan kritikan dari kaum sosial-demokrat karena praktiknya yang sudah tidak dipercaya sama sekali. Komunisme pada akhir tahun 1980an sudah tidak mempunyai kemampuan untuk mengupayakan lagi kemajuan dalam dunia perindustrian yang semakin kompleks, dengan demikian sulit untuk mendapatkan kembali kepercayaan di mata rakyatnya. Komunisme, yang mengatakan bahwa dirinya merupakan penjelmaan yang sesungguhnya dari sosialisme  ternyata tidak memiliki kemampuan untuk menjamin kemajuan yang berarti untuk masyarakat modern yang kompleks. Dilihat dari sudut pandang ekonomi, sistem ini tidak berhasil. Di masa sekarang, komunisme hanya menghasilkan keterasingan dan sinisme.
Nasib komunisme yang mengalami kegagalan tersebut ternyata tidak menjadikan sosialisme secara keseluruhan mendapatkan keuntungan. Masyarakat yang baru saja mengalami penindasan atas paksaan tanpa demokrasi dan melakukan penentangan terhadap komunisme, sangat membutuhkan kebebasan. Hal ini berarti bahwa gagasan liberalisme mengambil alih situasi. Dalam kondisi seperti ini, sosial-demokrasi tidak mendapatkan prioritas pada saat terjadinya demokratisasi. Terlebih lagi karena adanya penjelmaan komunis pada sosialis-demokrasi. Namun tetap, pada akhirnya sosial-demokrasi adalah satu-satunya jalan yang mungkin dan dinginkan masyarakat untuk bertindak sebagai pengatur pelaksanaan gagasan demokrasi dan kebebasan yang sama di dalam masyarakat modern yang kompleks itu. Sosial-demokrasi mengisi nilai-nilai dasar sosialisme, yaitu kebebasan, keadilan, dan solidaritas, hanya sebagai prinsip dari pengaturan terhadap sistem yang komplek serta sebagai alat kontrol bagi diri sendiri, sehingga jangan sampai sosial-demokrasi disalah artikan sebagai model yang ketat dan tidak fleksibel, ataupun sebagai wewenang umum bagi pengaturan negara.
Dalam sistem pasar sosialis, pasar berfungsi dengan baik apabila dapat memberikan kebebasan bagi konsumen untuk memilih dan memberikan kebebasan untuk memilih pekerjaanya sendiri. Akan tetapi, pasar mempunyai beberapa kelemahan yang mendasar, sehingga apabila terus dibiarkan berkembang menurut aturannya sendiri akan merugikan masyarakat dan hanya menguntungkan kaum ekonomi atas yang merupakan minoritas. Kelemahan pasar yang dimaksud antara lain perkembangannya yang akan mengarah pada konsentrasi kekuasaan dan mengakibatkan erosi dalam persaingan. Kemudian hanya akan memenuhi kebutuhan dari mereka yang mempunyai daya beli. Hal ini berarti bahwa tidak akan ada lagi pembagian pendapatan yang setara. Kelemahan berikutnya pasar tidak akan menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, tidak adanya jaminan atas tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup, stabilitas moneter, perkembangan yang mantap dan perlindungan lingkungan.



Source : Meyer, Thomas and Lewis Hinchman. The Theory of Social Democracy. Cambridge: Polity Press, 2007.

No comments:

Post a Comment